KEPUTUSAN MUKTAMAR MUHAMMADIYAH KE-45
TENTANG
ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH
MUQADDIMAH
“Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Segala
puji bagi Allah yang mengasuh semua alam, yang Maha Pemurah
dan Maha Penyayang, Yang memegang pengadilan pada hari
kemudian. Hanya kepada Engkau hamba menyembah, dan hanya
kepada Engkau, kami mohon pertolongan. Berilah petunjuk kepada
hamba akan jalan yang lempang, jalan orang-orang yang telah
Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat.”
(QS Al-fatihah)
"Saya ridla: Ber-Tuhan
kepada ALLAH, ber-Agama kepada ISLAM
dan ber-Nabi kepada MUHAMMAD
RASULULLAH Shalallahu
'alaihi wassalam".
AMMA BAD'U, bahwa sesungguhnya
ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Ber-Tuhan dan
ber'ibadah serta tunduk dan tha'at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah
sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas kehidupan
manusia di dunia ini. Masyarakat yang sejahtera, aman damai,
makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan,
kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong, bertolongtolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan
diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa
suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah
yang dibawa oleh sekalian Nabi,sejak Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masingmasing untuk mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat. Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang
percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti
jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan
berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan
niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah
semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah
dan ridha-Nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah
hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang
menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya,
dengan penuh pengharapan perlindungan dan pertolongan
Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya
masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat
dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur'an:
Adakanlah
dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman,
menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan.
Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia " (QS Ali-Imran:104)
Pada tanggal 8 Dzulhiijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu
persyarikatan sebagai "gerakan Islam" dengan nama "MUHAMMADIYAH" yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti peredaran zaman
serta berdasarkan "syura" yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan atau Muktamar.
Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan
perintahperintah Allah dan
mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw., guna mendapat karunia dan ridla-Nya di dunia dan
akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang
sentausa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan:
"Suatu
negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah
perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun".
Maka dengan Muhammadiyah ini,
mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke
pintu gerbang Syurga "Jannatun Na'im" dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.
Adapun Persyarikatan Muhammadiyah beranggaran dasar sebagai berikut:
BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT
KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah.
Pasal 2
Pendiri
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad
Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan tanggal 18 November
1912 Miladiyah di Yogyakarta untuk jangka waktu tidak terbatas.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta.
BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN
LAMBANG
Pasal 4
Identitas dan Asas
(1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam,
Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan
As-Sunnah.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.
Pasal
5
Lambang
Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar
utama dua belas, di tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat
(Asyhadu an lã ilãha illa Allãh wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allãh )
BAB
III
MAKSUD
DAN TUJUAN SERTA USAHA
Pasal
6
Maksud
dan Tujuan
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah
menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.
Pasal
7
Usaha
(1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan
Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala
bidang kehidupan.
(2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program,
dan kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
(3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program, dan
kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.
BAB
IV
KEANGGOTAAN
Pasal
8
Anggota
serta Hak dan Kewajiban
(1) Anggota Muhammadiyah terdiri atas:
a. Anggota Biasa ialah warga negara
Indonesia beragama Islam.
b. Anggota Luar Biasa ialah orang Islam
bukan warga negara Indonesia.
c. Anggota Kehormatan ialah perorangan beragama Islam yang berjasa
terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya bersedia
membantu Muhammadiyah.
(2) Hak dan kewajiban serta peraturan lain tentang keanggotaan
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga
BAB
V
SUSUNAN
DAN PENETAPAN ORGANISASI
Pasal
9
Susunan
Organisasi
Susunan organisasi Muhammadiyah terdiri
atas:
1. Ranting ialah kesatuan anggota dalam
satu tempat atau kawasan
2. Cabang ialah kesatuan Ranting dalam
satu tempat
3. Daerah ialah kesatuan Cabang dalam
satu Kota atau Kabupaten
4. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam
satu Propinsi
5. Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam
Negara
Pasal
10
Penetapan
Organisasi
(1) Penetapan Wilayah dan Daerah dengan ketentuan luas lingkungannya
ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Penetapan Cabang dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan
oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Penetapan Ranting dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan
oleh Pimpinan Daerah.
(4) Dalam hal-hal luar biasa Pimpinan Pusat dapat mengambil
ketetapan lain.
BAB
VI
PIMPINAN
Pasal
11
Pimpinan
Pusat
(1) Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin
Muhammadiyah secara keseluruhan.
(2) Pimpinan Pusat terdiri atas sekurang-kurangnya tiga belas orang,
dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar untuk satu masa jabatan dari calon-calon
yang diusulkan oleh Tanwir.
(3) Ketua Umum Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Muktamar dari dan atas
usul anggota Pimpinan Pusat terpilih.
(4) Anggota Pimpinan Pusat terpilih menetapkan Sekretaris Umum dan
diumumkan dalam forum Muktamar.
(5) Pimpinan Pusat dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu
dengan mengusulkannya kepada Tanwir.
(6) Pimpinan Pusat diwakili oleh Ketua Umum atau salah seorang Ketua
bersama-sama Sekretaris Umum atau salah seorang Sekretaris, mewakili
Muhammadiyah untuk tindakan di dalam dan di luar pengadilan.
Pasal
12
Pimpinan
Wilayah
(1) Pimpinan Wilayah memimpin Muhammadiyah dalam wilayahnya serta
melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat.
(2) Pimpinan Wilayah terdiri atas sekurang-kurangnya sebelas orang
ditetapkan oleh Pimpinan Pusat untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang
dipilih dalam Musyawarah Wilayah.
(3) Ketua Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari dan
atas usul calon-calon anggota Pimpinan Wilayah terpilih yang telah disahkan
oleh Musyawarah Wilayah.
(4) Pimpinan Wilayah dapat menambah anggotanya apabila dipandang
perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah yang kemudian
dimintakan ketetapan Pimpinan Pusat.
Pasal
13
Pimpinan
Daerah
(1) Pimpinan Daerah memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya serta
melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Daerah terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan orang
ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon
anggota Pimpinan Daerah yang telah dipilih dalam Musyawarah Daerah.
(3) Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah dari dan
atas usul calon-calon anggota Pimpinan Daerah terpilih yang telah disahkan oleh
Musyawarah Daerah.
(4) Pimpinan Daerah dapat menambah anggotanya apabila dipandang
perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Daerah yang kemudian
dimintakan ketetapan Pimpinan Wilayah.
Pasal
14
Pimpinan
Cabang
(1) Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam Cabangnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang
ditetapkan oleh Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang
dipilih dalam Musyawarah Cabang.
(3) Ketua Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah dari dan
atas usul calon-calon anggota Pimpinan Cabang terpilih yang telah disahkan oleh
Musyawarah Cabang.
(4) Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya apabila dipandang
perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang yang kemudian dimintakan
ketetapan Pimpinan Daerah.
Pasal
15
Pimpinan
Ranting
(1) Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam Rantingnya serta
melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Ranting terdiri atas sekurang-kurangnya lima orang
ditetapkan oleh Pimpinan Cabang untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang
dipilih dalam Musyawarah Ranting.
(3) Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dari dan
atas usul calon-calon anggota Pimpinan Ranting terpilih yang telah disahkan
oleh Musyawarah Ranting.
(4) Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya apabila dipandang
perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting yang kemudian
dimintakan ketetapan Pimpinan Cabang.
Pasal
16
Pemilihan
Pimpinan
(1) Anggota Pimpinan terdiri atas anggota
Muhammadiyah.
(2) Pemilihan dapat dilakukan secara
langsung atau formatur.
(3) Syarat anggota Pimpinan dan cara pemilihan diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal
17
Masa
Jabatan Pimpinan
(1) Masa jabatan Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah,
Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting lima tahun.
(2) Jabatan Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua
Pimpinan Daerah, masing-masing dapat dijabat oleh orang yang sama dua kali masa
jabatan berturut-turut.
(3) Serah-terima jabatan Pimpinan Pusat dilakukan pada saat Muktamar
telah menetapkan Pimpinan Pusat baru. Sedang serah-terima jabatan Pimpinan
Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting dilakukan
setelah disahkan oleh Pimpinan di atasnya.
Pasal
18
Ketentuan
Luar Biasa
Dalam hal-hal luar biasa yang terjadi
berkenaan dengan ketentuan pada pasal 12 sampai dengan pasal 17, Pimpinan Pusat
dapat mengambil ketetapan lain.
Pasal
19
Penasihat
(1) Pimpinan Muhammadiyah dapat
mengangkat penasihat.
(2) Ketentuan tentang penasihat diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB
VII
UNSUR
PEMBANTU PIMPINAN
Pasal
20
Majelis
dan Lembaga
(1) Unsur Pembantu Pimpinan terdiri atas
Majelis dan Lembaga.
(2) Majelis adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan sebagian
tugas pokok Muhammadiyah.
(3) Lembaga adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan tugas
pendukung Muhammadiyah.
(4) Ketentuan tentang tugas dan pembentukan Unsur Pembantu Pimpinan
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB
VIII
ORGANISASI
OTONOM
Pasal
21
Pengertian
dan Ketentuan
(1) Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah Muhammadiyah
yang memiliki wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, dengan bimbingan dan
pembinaan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom terdiri atas organisasi otonom umum dan
organisasi otonom khusus.
(3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Otonom
disusun oleh organisasi otonom masing-masing berdasarkan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah.
(4) Pembentukan dan pembubaran Organisasi Otonom ditetapkan oleh
Tanwir.
(5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB
IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal
22
Muktamar
(1) Muktamar ialah permusyawaratan tertinggi dalam Muhammadiyah yang
diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Muktamar terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Anggota Tanwir Wakil
Wilayah
d. Ketua Pimpinan Daerah
e. Wakil Daerah yang
dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Daerah, terdiri atas wakil Cabang berdasarkan
perimbangan jumlah Cabang dalam tiap Daerah
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
(3) Muktamar diadakan satu kali dalam
lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga
Pasal
23
Muktamar
Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa ialah muktamar darurat disebabkan oleh
keadaan yang membahayakan Muhammadiyah dan atau kekosongan kepemimpinan, sedang
Tanwir tidak berwenang memutuskannya.
(2) Muktamar Luar Biasa diadakan oleh Pimpinan Pusat atas keputusan
Tanwir..
(3) Ketentuan mengenai Muktamar Luar Biasa diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal
24
Tanwir
(1) Tanwir ialah permusyawaratan dalam Muhammadiyah di bawah
Muktamar, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Tanwir terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Wakil Wilayah
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
(3) Tanwir diadakan sekurang-kurangnya tiga kali selama masa jabatan
Pimpinan.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Tanwir diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal
25
Musyawarah
Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam
Wilayah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Wilayah.
(2) Anggota Musyawarah Wilayah terdiri
atas:
a. Anggota Pimpinan Wilayah
b. Ketua Pimpinan Daerah
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
d. Ketua Pimpinan Cabang
e. Wakil Cabang yang
dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan
Wilayah atas dasar perimbangan jumlah Ranting dalam tiap Cabang
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(3) Musyawarah Wilayah diadakan satu
kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Wilayah diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
26
Musyawarah
Daerah
(1) Musyawarah Daerah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam
Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Daerah.
(2) Anggota Musyawarah Daerah terdiri
atas:
a. Anggota Pimpinan Daerah
b. Ketua Pimpinan Cabang
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
d. Ketua Pimpinan Ranting
e. Wakil Ranting yang
dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah atas dasar perimbangan jumlah anggota
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah
(3) Musyawarah Daerah diadakan satu kali
dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Daerah diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
27
Musyawarah
Cabang
(1) Musyawarah Cabang ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam
Cabang, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Cabang.
(2) Anggota Musyawarah Cabang terdiri
atas:
a. Anggota Pimpinan Cabang
b. Ketua Pimpinan Ranting
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Cabang Wakil Ranting
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
(3) Musyawarah Cabang diadakan satu kali
dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Cabang diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 28
Musyawarah Ranting
(1) Musyawarah Ranting ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam
Ranting, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Ranting.
(2) Anggota Musyawarah Ranting terdiri
atas:
a. Anggota Muhammadiyah dalam Ranting
b. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting
(3) Musyawarah Ranting diadakan satu
kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Ranting diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 29
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan ialah permusyawaratan Pimpinan dalam
Muhammadiyah pada tingkat Wilayah sampai dengan Ranting yang berkedudukan di
bawah Musyawarah pada masing-masing tingkat.
(2) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab
Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Acara dan ketentuan lain mengenai Musyawarah Pimpinan diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
30
Keabsahan
Musyawarah
Musyawarah tersebut dalam pasal 22
sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23 dinyatakan sah apabila dihadiri oleh
dua pertiga anggotanya yang telah diundang secara sah oleh Pimpinan
Muhammadiyah di tingkat masing-masing.
Pasal
31
Keputusan
Musyawarah
Keputusan Musyawarah tersebut dalam
pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23 diusahakan dengan cara
mufakat. Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai maka dilakukan
pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
BAB
X
RAPAT
Pasal 32
Rapat Pimpinan
(1) Rapat
Pimpinan ialah rapat dalam Muhammadiyah di tingkat Pusat, Wilayah, dan Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah apabila diperlukan.
(2) Rapat
Pimpinan membicarakan masalah kebijakan organisasi.
(3) Ketentuan
lain mengenai Rapat Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 33
Rapat Kerja
(1) Rapat Kerja
ialah rapat yang diadakan untuk membicarakan segala sesuatu yang menyangkut amal usaha, program dan kegiatan organisasi.
(2) Rapat Kerja
dibedakan dalam dua jenis yaitu Rapat Kerja Pimpinan dan Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan.
(3) Rapat Kerja
Pimpinan pada tiap tingkat diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.
(4) Rapat Kerja
Unsur Pembantu Pimpinan diadakan dua kali dalam satu masa jabatan.
(5) Ketentuan
mengenai masing-masing jenis Rapat Kerja diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 34
Tanfidz
(1) Tanfidz
adalah pernyataan berlakunya keputusan Muktamar, Tanwir,
Musyawarah, dan
Rapat yang dilakukan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(2) Keputusan
Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat berlaku sejak
ditanfidzkan
oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Tanfidz
keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat semua tingkat
a. Bersifat
redaksional
b.
Mempertimbangkan kemaslahatan
c. Tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
BAB XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 35
Pengertian
Keuangan dan
kekayaan Muhammadiyah adalah semua harta benda yang diperoleh dari sumber yang sah dan halal serta digunakan untuk kepentingan
pelaksanaan amal usaha, program, dan kegiatan Muhammadiyah.
Pasal 36
Sumber
Keuangan dan
kekayaan Muhammadiyah diperoleh dari:
1. Uang
Pangkal, Iuran, dan Bantuan
2. Hasil hak
milik Muhammadiyah
3. Zakat,
Infaq, Shadaqah, Wakaf, Wasiat, dan Hibah
4. Usaha-usaha
perekonomian Muhammadiyah
5. Sumber-sumber lain
Pasal 37
Pengelolaan dan Pengawasan
Ketentuan
mengenai pengelolaan dan pengawasan keuangan dan kekayaan diatur
dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB XII
LAPORAN
Pasal 38
Laporan
(1) Pimpinan
Muhammadiyah semua tingkat wajib membuat laporan perkembangan organisasi dan laporan pertanggungjawaban keuangan serta kekayaan, disampaikan kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah tingkat masingmasing, Tanwir, dan Muktamar.
(2) Ketentuan
lain tentang laporan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 39
Anggaran Rumah Tangga
(1) Anggaran
Rumah Tangga menjelaskan dan mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Anggaran
Rumah Tangga dibuat oleh Pimpinan Pusat berdasarkan Anggaran Dasar dan disahkan oleh Tanwir.
(3) Dalam keadaan
yang sangat memerlukan perubahan, Pimpinan Pusat dapat mengubah Anggaran Rumah Tangga dan berlaku sampai disahkan oleh Tanwir.
BAB XIV
PEMBUBARAN
Pasal 40
Pembubaran
(1) Pembubaran
Muhammadiyah hanya dapat dilakukan dalam Muktamar Luar Biasa yang diselenggarakan khusus untuk keperluan itu atas usul Tanwir.
(2) Muktamar
Luar Biasa yang membicarakan usul Tanwir tentang pembubaran dihadiri sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah anggota Muktamar Luar Biasa.
(3) Keputusan
pembubaran diambil sekurang-kurangnya tiga perempat dari yang hadir.
(4) Muktamar
Luar Biasa memutuskan segala hak milik Muhammadiyah diserahkan untuk kepentingan kemaslahatan umat Islam setelah Muhammadiyah dinyatakan bubar.
BAB XV
PERUBAHAN
Pasal 41
Perubahan Anggaran Dasar
(1) Perubahan
Anggaran Dasar ditetapkan oleh Muktamar.
(2) Rencana
perubahan Anggaran Dasar diusulkan oleh Tanwir dan harus sudah tercantum dalam acara Muktamar.
(3) Perubahan
Anggaran Dasar dinyatakan sah apabila diputuskan oleh sekurangkurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Muktamar yang hadir
BAB XVI
PENUTUP
Pasal 42
Penutup
(1) Anggaran
Dasar ini telah disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan
mulai berlaku sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah
Anggaran Dasar ini ditetapkan, Anggaran Dasar sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
LAMPIRAN IV-B:
KEPUTUSAN
MUKTAMAR MUHAMMADIYAH KE-45
TENTANG
ANGGARAN RUMAH
TANGGA
MUHAMMADIYAH
ANGGARAN RUMAH
TANGGA MUHAMMADIYAH
Pasal 1
Tempat Kedudukan
(1) Muhammadiyah berkedudukan di tempat
didirikannya, yaitu Yogyakarta
(2) Pimpinan Pusat sebagai pimpinan
tertinggi memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan
dan menyelenggarakan aktivitasnya di dua kantor, Yogyakarta dan Jakarta
Pasal 2
Lambang dan
Bendera
(1) Lambang
Muhammadiyah sebagai tersebut dalam Anggaran Dasar pasal 5 adalah seperti berikut:
(2) Bendera Muhammadiyah berbentuk persegi
panjang berukuran dua berbanding tiga
bergambar lambang Muhammadiyah di tengah dan tulisan MUHAMMADIYAH di bawahnya, berwarna dasar hijau
dengan tulisan dan gambar berwarna putih, seperti berikut:
(3) Ketentuan lain tentang lambang dan
bendera ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 3
Usaha
Usaha Muhammadiyah yang diwujudkan dalam
bentuk amal usaha, program, dan kegiatan meliputi:
1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan
memperluas pemahaman,
meningkatkan
pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam berbagai
aspek kehidupan.
2. Memperdalam dan mengembangkan
pengkajian ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan
kemurnian dan kebenarannya.
3. Meningkatkan semangat ibadah, jihad,
zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah, dan amal shalih lainnya.
4. Meningkatkan harkat, martabat, dan
kualitas sumberdaya manusia agar berkemampuan
tinggi serta berakhlaq mulia.
5. Memajukan dan memperbaharui pendidikan
dan kebudayaan, mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan penelitian.
6. Memajukan perekonomian dan
kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang
berkualitas
7. Meningkatkan kualitas kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat.
8. Memelihara, mengembangkan, dan
mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan.
9. Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan
kerjasama dalam berbagai bidangdan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.
10. Memelihara keutuhan bangsa serta
berperan aktif dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara
11. Membina dan meningkatkan kualitas
serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan.
12. Mengembangkan sarana, prasarana, dan
sumber dana untuk mensukseskan gerakan.
13.
Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat.
14. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan
maksud dan tujuan Muhammadiyah
Pasal 4
Keanggotaan
(1) Anggota Biasa harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia beragama Islam
b. Laki-laki atau perempuan berumur 17 tahun atau sudah menikah
c. Menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah
d. Bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah
e. Mendaftarkan diri dan membayar uang pangkal.
(2) Anggota Luar Biasa ialah seseorang
bukan warga negara Indonesia, beragama Islam,
setuju dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah serta bersedia mendukung amal
usahanya.
(3) Anggota Kehormatan ialah seseorang
beragama Islam, berjasa terhadap
Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya diperlukan atau bersedia membantu
Muhammadiyah.
(4) Tata cara menjadi anggota diatur
sebagai berikut:
a. Anggota Biasa
1. Mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pimpinan Pusat dengan mengisi
formulir disertai kelengkapan syarat-syaratnya melalui Pimpinan Ranting atau
Pimpinan amal usaha di tempat yang belum ada Ranting, kemudian diteruskan
kepada Pimpinan Cabang.
2. Pimpinan Cabang meneruskan permintaan tersebut kepada Pimpinan Pusat dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Cabang dapat memberi tanda anggota sementara kepada calon anggota,
sebelum yang bersangkutan menerima kartu tanda anggota dari Pimpinan Pusat
Muhammadiyah. Bentuk tanda anggota sementara ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Pimpinan Pusat memberi kartu tanda anggota Muhammadiyah kepada calon anggota
biasa yang telah disetujui melalui Pimpinan Cabang yang bersangkutan
b.
Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan
Tata cara menjadi Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan diatur oleh Pimpinan Pusat
(5) Pimpinan Pusat dapat melimpahkan wewenang
penerimaan permintaan menjadi Anggota Biasa dan memberikan kartu tanda anggota
Muhammadiyah kepada Pimpinan Wilayah. Pelimpahan wewenang tersebut dan
ketentuan pelaksanaannya diatur dengan
keputusan Pimpinan Pusat.
(6) Hak Anggota
a. Anggota biasa:
1. Menyatakan pendapat di dalam maupun di luar permusyawaratan.
2. Memilih dan dipilih dalam permusyawaratan.
b.
Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan mempunyai hak menyatakan pendapat.
(7) Kewajiban Anggota Biasa, Luar Biasa,
dan Kehormatan:
a.
Taat menjalankan ajaran Islam
b.
Menjaga nama baik dan setia kepada Muhammadiyah serta perjuangannya
c.
Berpegang teguh kepada Kepribadian serta Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
d.
Taat pada peraturan Muhammadiyah, keputusan musyawarah, dan kebijakan Pimpinan
Pusat
e.
Mendukung dan mengindahkan kepentingan Muhammadiyah serta
melaksanakan usahanya
f. Membayar iuran anggota
g. Membayar infaq
(8) Anggota Biasa, Luar Biasa, dan
Kehormatan berhenti karena:
a. Meninggal dunia
b.
Mengundurkan diri
c.
Diberhentikan oleh Pimpinan Pusat
(9) Tata cara pemberhentian anggota.
a.
Anggota Biasa:
1. Pimpinan Cabang mengusulkan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Daerah
berdasarkan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Pimpinan Daerah meneruskan kepada Pimpinan Wilayah usulan
pemberhentian anggota dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Wilayah meneruskan atau tidak meneruskan usulan
pemberhentian anggota kepada
Pimpinan Pusat setelah melakukan
penelitian dan penilaian.
4. Pimpinan Wilayah dapat melakukan pemberhentian sementara (skorsing) yang berlaku paling lama 6 (enam) bulan selama
menunggu proses pemberhentian anggota dari Pimpinan Pusat,
5. Pimpinan Pusat, setelah menerima usulan pemberhentian anggota,
memutuskan memberhentikan atau tidak
memberhentikan paling lama 6 (enam) bulan sejak diusulkan oleh Pimpinan
Wilayah.
6. Anggota yang diusulkan pemberhentian keanggotaannya, selama proses pengusulan berlangsung, dapat mengajukan
keberatan kepada Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan
Pimpinan Pusat. Setelah keputusan pemberhentian dikeluarkan, yang bersangkutan
dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Pusat.
7. Pimpinan Pusat membentuk tim yang diserahi tugas mempelajari
keberatan yang diajukan oleh anggota yang diberhentikan. Pimpinan
Pusat menetapkan keputusan akhir setelah mendengar pertimbangan tim.
8. Keputusan pemberhentian anggota diumumkan dalam Berita Resmi
Muhammadiyah.
b.
Anggota Luar Biasa dan Kehormatan diberhentikan atas keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 5
Ranting
(1) Ranting adalah kesatuan anggota di
suatu tempat atau kawasan yang terdiri atas sekurang-kurangnya 15 orang yang
berfungsi melakukan pembinaan dan pemberdayaan anggota.
(2) Syarat pendirian Ranting
sekurang-kurangnya mempunyai:
a.
Pengajian / kursus anggota berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus umum berkala,
sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c.
Mushalla / surau / langgar sebagai pusat kegiatan
d.
Jama`ah
(3) Pengesahan pendirian Ranting dan
ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas usul anggota setelah
mendengar pertimbangan Pimpinan Cabang.
(4) Pendirian suatu Ranting yang merupakan
pemisahan dari Ranting yang telah ada dilakukan
dengan persetujuan Pimpinan Ranting yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Cabang / Musyawarah Pimpinan
tingkat Cabang
Pasal 6
Cabang
(1) Cabang adalah kesatuan Ranting di
suatu tempat yang terdiri atas sekurang
– kurangnya tiga Ranting yang berfungsi:
a.
Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Ranting
b. Penyelenggaraan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan amal usaha
(2) Syarat pendirian Cabang
sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Cabang dan Unsur
Pembantu Pimpinannya, Pimpinan Ranting, serta Pimpinan Organisasi
Otonom tingkat Cabang, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat dalam lingkungan
Cabangnya, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Korps muballigh / muballighat Cabang, sekurang-kurangnya 10 orang
d. Taman pendidikan Al-Quran / Madrasah Diniyah / Sekolah Dasar
e. Kegiatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
f. Kantor
(3) Pengesahan pendirian Cabang dan
ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas usul Ranting
setelah memperhatikan pertimbangan Pimpinan Daerah.
(4) Pendirian suatu Cabang yang merupakan
pemisahan dari Cabang yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan
Cabang yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Daerah / Musyawarah
Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 7
Daerah
(1) Daerah adalah kesatuan Cabang di
Kabupaten / Kota yang terdiri atas sekurang-kurangnya
tiga Cabang yang berfungsi:
a.
Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Cabang
b.
Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c.
Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d.
Perencanaan program dan kegiatan
(2) Syarat pendirian Daerah
sekurang-kurangnya mempunyai:
a.
Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Daerah sekurangkurangnya sekali
dalam sebulan
b.
Pengajian / kursus muballigh / muballighat tingkat Daerah sekurangkurangnya sekali
dalam sebulan
c.
Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d.
Korps muballigh / muballighat Daerah, sekurang-kurangnya 20 orang
e.
Kursus kader Pimpinan tingkat Daerah
f.
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama / Madrasah Tsanawiyah
g.
Amal Usaha dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
h.
Kantor
(3) Pengesahan pendirian Daerah ditetapkan
oleh Pimpinan Pusat atas usul Cabang setelah
memperhatikan pertimbangan Pimpinan Wilayah.
(4) Pendirian suatu Daerah yang merupakan
pemisahan dari Daerah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan
Musyawarah Daerah / Musyawarah Pimpinan
tingkat Daerah.
Pasal 8
Wilayah
(1) Wilayah adalah kesatuan Daerah di
propinsi yang terdiri atas sekurangkurangnya tiga Daerah yang berfungsi
a.
Pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Daerah
b.
Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c.
Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d.
Perencanaan program dan kegiatan
(2) Syarat pendirian Wilayah
sekurang-kurangnya mempunyai:
a.
Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Wilayah dan Unsur
Pembantu Pimpinannya serta Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah sekurang-kurangnya
sekali dalam sebulan
b.
Pengajian / kursus muballigh / muballighat tingkat Wilayah sekurangkurangnya sekali dalam sebulan
c.
Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d.
Korps muballigh / muballighat sekurang-kurangnya 30 orang.
e.
Kursus kader pimpinan tingkat Wilayah
f.
Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah / Mu`allimin / Mu`allimat/
Pondok Pesantren
g.
Amal Usaha dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
h.
Kantor.
(3) Pengesahan pendirian Wilayah
ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usul Daerah yang bersangkutan.
(4) Pendirian suatu Wilayah yang merupakan
pemisahan dari Wilayah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan Musyawarah
Wilayah / Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.
Pasal 9
Pusat
Pusat adalah kesatuan Wilayah dalam Negara
Republik Indonesia yang berfungsi:
a.
Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Wilayah
b.
Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c.
Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d.
Perencanaan program dan kegiatan
Pasal 10
Pimpinan Pusat
(1) Pimpinan Pusat bertugas:
a.
Menetapkan kebijakan Muhammadiyah berdasarkan keputusan Muktamar dan Tanwir,
serta memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya
b.
Membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi para anggotanya
c.
Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Wilayah
d.
Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur
Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Pusat
(2) Anggota Pimpinan Pusat dapat terdiri
dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Pusat harus
berdomisili di kota tempat kantor Pimpinan Pusat atau di sekitarnya.
(4) Pimpinan Pusat dapat mengusulkan
tambahan anggotanya kepada Tanwir sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah
anggota Pimpinan Pusat terpilih. Selama menunggu keputusan Tanwir, calon
tambahan anggota Pimpinan Pusat sudah dapat menjalankan tugasnya atas
tanggungjawab Pimpinan Pusat.
(5) Pimpinan Pusat mengusulkan kepada
Tanwir calon pengganti Ketua Umum Pimpinan
Pusat yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan.
Selama menunggu ketetapan Tanwir, Ketua Umum Pimpinan Pusat dijabat oleh
salah seorang Ketua atas keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 11
Pimpinan Wilayah
(1) Pimpinan Wilayah bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam wilayahnya berdasarkan
kebijakan Pimpinan Pusat, keputusan Musyawarah Wilayah, Musyawarah Pimpinan
tingkat Wilayah, dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
b.
Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat dan Unsur Pembantu Pimpinan.
c.
Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Daerah dalam wilayahnya sesuai dengan kewenangannya
d.
Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur
Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(2) Pimpinan Wilayah berkantor di ibu kota
propinsi.
(3) Anggota Pimpinan Wilayah dapat terdiri
dari laki-laki dan perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Wilayah harus
berdomisili di kota tempat kantor Pimpinan Wilayah atau di sekitarnya.
(5) Pimpinan Wilayah menunjuk salah
seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan
sebagai anggota Tanwir apabila Ketua Pimpinan Wilayah tidak dapat
menunaikan tugasnya sebagai anggota Tanwir.
(6) Pimpinan Wilayah dapat mengusulkan
tambahan anggotanya kepada
Musyawarah Pimpinan Wilayah sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah
anggota Pimpinan Wilayah terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya
kepada Pimpinan Pusat. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah
dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, calon tambahan anggota Pimpinan Wilayah
sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Wilayah.
(7) Pimpinan Wilayah mengusulkan kepada
Musyawarah Pimpinan Wilayah calon pengganti Ketua Pimpinan Wilayah yang karena
sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan
dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Pusat. Selama menunggu keputusan
Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, Ketua
Pimpinan Wilayah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan
Wilayah.
Pasal 12
Pimpinan Daerah
(1) Pimpinan Daerah bertugas:
a.
Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Daerahnya berdasarkan
kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah, dan Rapat Pimpinan
tingkat Daerah.
b.
Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, serta Unsur Pembantu
Pimpinannya
c.
Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Cabang dalam daerahnya
sesuai kewenangannya
d.
Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur
Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Daerah
e.
Memimpin gerakan dan menjadikan Daerah sebagai pusat administrasi serta pusat pembinaan sumberdaya manusia
(2) Pimpinan Daerah berkantor di ibu kota
Kabupaten / Kota.
(3) Anggota Pimpinan Daerah dapat terdiri
dari laki-laki dan perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Daerah harus
berdomisili di Kabupaten / Kotanya.
(5) Pimpinan Daerah menunjuk salah seorang
Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota
Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah apabila Ketua Pimpinan Daerah tidak dapat
menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.
(6) Pimpinan Daerah dapat mengusulkan
tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Daerah sebanyak-banyaknya
separuh dari jumlah anggota Pimpinan Daerah terpilih, kemudian dimintakan
pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama
menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah dan ketetapan dari
Pimpinan Wilayah, calon tambahan anggota Pimpinan Daerah sudah dapat
menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Daerah.
(7) Pimpinan Daerah mengusulkan kepada
Musyawarah Pimpinan Daerah calon pengganti Ketua Pimpinan Daerah yang karena
sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan
dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama menunggu keputusan
Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah dan
ketetapan dari Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah dijabat oleh salah
seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Daerah.
Pasal 13
Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang bertugas:
a.
Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Cabangnya berdasarkan
kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Cabang, dan
Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
b.
Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan
Wilayah, Pimpinan Daerah, serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c.
Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Ranting dalam cabangnya sesuai kewenangannya
d.
Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur
Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Cabang
(2) Anggota Pimpinan Cabang dapat terdiri
dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Cabang harus
berdomisili di Cabangnya.
(4) Pimpinan Cabang menunjuk salah seorang
Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah
apabila Ketua Pimpinan Cabang tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota
Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
(5) Pimpinan Cabang dapat mengusulkan
tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang sebanyak-banyaknya
separuh dari jumlah anggota Pimpinan Cabang terpilih, kemudian dimintakan
pengesahan kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah
Pimpinan tingkat Cabang dan ketetapan
dari Pimpinan Daerah, calon tambahan anggota Pimpinan Cabang sudah dapat
menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Cabang.
(6) Pimpinan Cabang mengusulkan kepada
Musyawarah Pimpinan Cabang calon pengganti
Ketua Pimpinan Cabang yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan
dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan
Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang dan
ketetapan dari Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang dijabat oleh salah
seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Cabang.
Pasal 14
Pimpinan Ranting
(1) Pimpinan Ranting bertugas:
a.
Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Rantingnya berdasar kebijakan Pimpinan
di atasnya, keputusan Musyawarah Ranting, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting
b.
Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat,
Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, serta Unsur Pembantu Pimpinan.
c.
Membimbing dan meningkatkan kegiatan anggota dalam rantingnya sesuai dengan kewenangannya
d.
Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Organisasi
Otonom tingkat Ranting
(2) Anggota Pimpinan Ranting dapat terdiri
dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Ranting harus
berdomisili di Rantingnya.
(4) Pimpinan Ranting menunjuk salah
seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan
tingkat Cabang apabila Ketua Pimpinan Ranting tidak dapat menunaikan tugasnya
sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat
Cabang.
(5) Pimpinan Ranting dapat mengusulkan
tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting sebanyak-banyaknya
separuh dari jumlah anggota Pimpinan Ranting
terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang.
Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan
dari Pimpinan Cabang, calon tambahan anggota Pimpinan Ranting sudah dapat
menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Ranting.
(6) Pimpinan Ranting mengusulkan kepada
Musyawarah Pimpinan Ranting calon pengganti
Ketua Pimpinan Ranting yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa
jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang.
Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan dari Pimpinan Cabang,
Ketua Pimpinan Ranting dijabat oleh salah
seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Ranting.
Pasal 15
Pemilihan
Pimpinan
(1) Syarat anggota Pimpinan Muhammadiyah:
a.
Taat beribadah dan mengamalkan ajaran Islam
b.
Setia pada prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah
c.
Dapat menjadi teladan dalam Muhammadiyah
d.
Taat pada garis kebijakan Pimpinan Muhammadiyah
e.
Memiliki kecakapan dan berkemampuan menjalankan tugasnya
f.
Telah menjadi anggota Muhammadiyah sekurang-kurangnya satu tahun dan berpengalaman
dalam kepemimpinan di lingkungan Muhammadiyah bagi Pimpinan tingkat Daerah,
Wilayah dan Pusat
g.
Tidak merangkap jabatan dengan pimpinan organisasi politik dan pimpinan organisasi
yang amal usahanya sama dengan Muhammadiyah di semua tingkat
h.
Tidak merangkap jabatan dengan Pimpinan Muhammadiyah dan amal
usahanya, baik vertikal maupun horisontal
(2) Penyimpangan dari ketentuan ayat (1)
butir f, g, dan h pasal ini hanya dapat dilakukan atas keputusan Pimpinan
Pusat.
(3) Pemilihan Pimpinan dapat dilakukan secara
langsung atau formatur atas keputusan Musyawarah masing-masing.
(4) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan
dilakukan oleh Panitia Pemilihan dengan ketentuan:
a. Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul
Pimpinan Pusat
b. Panitia Pemilihan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang,
dan Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah pada semua tingkatan
c. Panitia Pemilihan diangkat untuk satu kali pemilihan
(5) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan diatur
berdasarkan tata tertib Pemilihan dengan ketentuan:
a.
Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan
Pusat
b.
Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting
ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah pada setiap tingkatan
Pasal 16
Masa Jabatan
Pimpinan
(1) Masa jabatan Pimpinan Wilayah,
Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting sama dengan masa jabatan
Pimpinan Pusat.
(2) Pergantian Pimpinan Wilayah, Pimpinan
Daerah, Pimpinan Cabang dengan segenap Unsur Pembantu Pimpinannya, serta
Pimpinan Ranting, disesuaikan dengan pergantian Pimpinan Pusat dan
pelaksanaannya dilakukan setelah Muktamar dan Musyawarah di atasnya.
(3) Pimpinan-pimpinan dalam Muhammadiyah
yang telah habis masa jabatannya,tetap menjalankan tugasnya sampai dilakukan
serah-terima dengan Pimpinan yang baru.
(4) Setiap pergantian Pimpinan
Muhammadiyah harus menjamin adanya peningkatan kinerja, penyegaran, dan
kaderisasi pimpinan.
Pasal 17
Ketentuan Luar
Biasa
Pimpinan Pusat dalam keadaan luar biasa
dapat mengambil ketetapan lain terhadap masalah Pimpinan yang diatur dalam
pasal 11 sampaidengan 16.
Pasal 18
Penasihat
(1) Penasihat terdiri atas perorangan yang
diangkat oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing
tingkat.
(2) Penasihat bertugas memberi nasihat
kepada Pimpinan Muhammadiyah, baik diminta
maupun atas kemauan sendiri.
(3) Syarat untuk dapat diangkat sebagai
penasihat:
a. Anggota Muhammadiyah
b. Pernah menjadi anggota Pimpinan Muhammadiyah, atau mempunyai
pengalaman dalam organisasi atau memiliki keahlian bidang tertentu
Pasal 19
Unsur Pembantu
Pimpinan
(1) Pengertian dan Pembentukan Unsur
Pembantu Pimpinan:
a.
Majelis:
1. Majelis bertugas menyelenggarakan amal usaha, program, dan kegiatan pokok
dalam bidang tertentu.
2. Majelis dibentuk oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan
Daerah, dan Pimpinan Cabang di tingkat masing-masing sesuai dengan kebutuhan.
b.
Lembaga:
1. Lembaga bertugas melaksanakan program dan kegiatan pendukung yang bersifat khusus.
2. Lembaga dibentuk oleh Pimpinan Pusat di tingkat pusat.
3. Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah, apabila dipandang perlu, dapat membentuk
lembaga tertentu di tingkat masing-masing dengan persetujuan Pimpinan Muhammadiyah setingkat di
atasnya.
(2) Ketentuan lain tentang Unsur Pembantu
Pimpinan diatur dalam Qa`idah yang dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 20
Organisasi
Otonom
(1) Organisasi Otonom adalah satuan
organisasi yang dibentuk oleh Muhammadiyah guna membina warga Muhammadiyah dan kelompok
masyarakat tertentu sesuai bidang-bidang kegiatan yang diadakannya dalam rangka
mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom dibedakan dalam dua
kategori:
a. Organisasi Otonom Umum adalah organisasi otonom yang
anggotanya belum seluruhnya anggota Muhammadiyah
b. Organisasi Otonom Khusus adalah organisasi otonom yang seluruh
anggotanya anggota Muhammadiyah, dan diberi wewenang
menyelenggarakan amal usaha yang ditetapkan oleh Pimpinan
Muhammadiyah dalam koordinasi Unsur Pembantu Pimpinan yang
membidanginya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang amal usaha tersebut
(3) Pembentukan dan pembubaran organisasi
otonom ditetapkan oleh Tanwir atas usul
Pimpinan Pusat.
(4) Ketentuan lain mengenai organisasi
otonom diatur dalam Qa`idah Organisasi Otonom yang dibuat dan ditetapkan oleh
Pimpinan Pusat.
Pasal 21
Muktamar
(1) Muktamar diselenggarakan oleh dan atas
tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan
Pusat.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara Muktamar ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(3) Undangan dan acara Muktamar dikirim
kepada anggota Muktamar selambat- lambatnya tiga bulan sebelum
Muktamar berlangsung.
(4) Acara Muktamar:
a. Laporan Pimpinan Pusat tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Muktamar dan Tanwir.
4. Keuangan.
b. Program Muhammadiyah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Pusat dan penetapan Ketua Umum
d. Masalah Muhammadiyah yang bersifat umum
e. Usul-usul
(5) Muktamar dihadiri oleh:
a. Anggota Muktamar terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Anggota Tanwir wakil Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh
Pimpinan Wilayah.
5. Wakil Daerah sekurang-kurangnya tiga orang dan sebanyak-banyaknya tujuh orang, berdasar atas perimbangan jumlah
Cabang dalam tiap Daerah, atas dasar keputusan Musyawarah Pimpinan Daerah.
Ketentuan perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat masing-masing tiga
orang, diantaranya dua orang wakilnya dalam Tanwir.
b.
Peserta Muktamar terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan
Pusat.
c.
Peninjau Muktamar ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat
(6) Anggota Muktamar berhak menyatakan
pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Muktamar berhak menyatakan pendapat.
Peninjau Muktamar tidak mempunyai hak menyatakan pendapat, memilih, dan
dipilih.
(7) Keputusan Muktamar harus sudah
ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat selambat-lambatnya dua bulan sesudah Muktamar.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang
diselenggarakan bersamaan waktu berlangsungnya Muktamar diatur oleh
penyelenggara.
Pasal 22
Muktamar Luar
Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa diadakan
berdasarkan keputusan Tanwir atas usul Pimpinan Pusat atau dua pertiga Pimpinan
Wilayah.
(2) Undangan dan acara Muktamar Luar Biasa
dikirim kepada Anggota Muktamar selambat-lambatnya satu bulan sebelum Muktamar
Luar Biasa berlangsung.
(3) Ketentuan-ketentuan pasal 21 berlaku
bagi penyelenggaraan Muktamar Luar Biasa, kecuali ayat (3) dan ayat (4).
(4) Muktamar Luar Biasa dihadiri oleh sekurang-kurangnya
dua pertiga dari anggota Muktamar dan keputusannya diambil sekurang-kurangnya
dua pertiga dari yang hadir.
Pasal 23
Tanwir
(1) Tanwir diadakan oleh Pimpinan Pusat
atau atas permintaan sekurang-kurangnya seperempat
dari jumlah anggota Tanwir di luar anggota Pimpinan Pusat.
(2) Tanwir diselenggarakan oleh dan atas
tanggungjawab serta dipimpin Pimpinan Pusat.
(3) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara Tanwir ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(4) Undangan dan acara Tanwir dikirim
kepada Anggota Tanwir selambat-lambatnya
satu bulan sebelum Tanwir berlangsung.
(5) Acara Tanwir:
a. Laporan Pimpinan Pusat
b. Masalah yang oleh Muktamar atau menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga diserahkan kepada Tanwir
c. Masalah yang akan dibahas dalam Muktamar
sebagai pembicaraan
pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Muktamar
e. Usul-usul
(6) Tanwir dihadiri oleh:
a. Anggota Tanwir terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan
Pusat.
3. Wakil Wilayah terdiri dari unsur Pimpinan Wilayah dan atau Pimpinan Daerah antara 3 sampai 5 orang berdasarkan
perimbangan daerah dalam wilayah atas dasar keputusan Musyawarah Wilayah atau
Musyawarah Pimpinan Wilayah. Ketentuan perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat masing-masing dua
orang.
b.
Peserta Tanwir terdiri dari:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c.
Peninjau Tanwir ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat.
(7) Anggota Tanwir berhak menyatakan
pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Tanwir
berhak menyatakan pendapat. Peninjau Tanwir tidak berhak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih.
(8) Keputusan Tanwir harus sudah
ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat selambat-lambatnya
satu bulan sesudah Tanwir.
(9) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang
diselenggarakan bersamaan waktu Sidang Tanwir diatur oleh penyelenggara.
Pasal 24
Musyawarah
Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah diselengarakan oleh
dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Wilayah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan
tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan
Wilayah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Wilayah
dikirim kepada Anggota Musyawarah Wilayah selambat-lambatnya satu bulan sebelum
Musyawarah Wilayah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Wilayah:
a.
Laporan Pimpinan Wilayah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, Tanwir, Instruksi Pimpinan Pusat,
pelaksanaan keputusan Musyawarah Wilayah , Musyawarah Pimpinan Wilayah, dan
Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
4. Keuangan.
b.
Program Wilayah
c.
Pemilihan Anggota Pimpinan Wilayah dan pengesahan Ketua
d.
Pemilihan Anggota Tanwir Wakil Wilayah
e.
Masalah Muhammadiyah dalam Wilayah
f.
Usul-usul
(5)
Musyawarah Wilayah dihadiri oleh:
a.
Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Wilayah yang sudah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh
Pimpinan Wilayah.
3. Wakil daerah Sebanyak tiga orang.
4. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah disahkan oleh
Pimpinan Daerah.
5. Wakil Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah
berdasarkan atas perimbangan jumlah Ranting pada tiap-tiap Cabang.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah masing-masing dua orang.
b.
Peserta Musyawarah Wilayah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah, masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Wilayah.
c.
Peninjau Musyawarah Wilayah ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Wilayah
(6) Anggota Musyawarah Wilayah berhak
menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Wilayah berhak
menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Wilayah tidak berhak menyatakan
pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Wilayah harus
dilaporkan kepada Pimpinan Pusat selambat-lambatnya satu bulan sesudah
Musyawarah Wilayah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah laporan dikirim,
tidak ada keterangan atau keberatan dari
Pimpinan Pusat, maka keputusan Musyawarah Wilayah dapat ditanfidzkan oleh
Pimpinan Wilayah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang
diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Wilayah diatur oleh penyelenggara.
Pasal 25
Musyawarah
Daerah
(1) Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh
dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Daerah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Daerah ditetapkan oleh Pimpinan
Daerah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Daerah
dikirim kepada Anggota Musyawarah Daerah selambat-lambatnya satu bulan sebelum
Musyawarah Daerah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Daerah:
a.
Laporan Pimpinan Daerah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah dan Pimpinan di atasnya serta
pelaksanaan keputusan Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan Daerah dan Rapat
Pimpinan tingkat Daerah.
4. Keuangan.
b.
Program Daerah
c.
Pemilihan Anggota Pimpinan Daerah dan pengesahan Ketua
d.
Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
e.
Masalah Muhammadiyah dalam Daerah
f.
Usul-usul
(5) Musyawarah Daerah dihadiri oleh:
a.
Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
1.
Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
2.
Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah disahkan oleh
Pimpinan Daerah.
3.
Wakil Cabang sebanyak tiga orang.
4.
Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang sudah disahkan oleh
Pimpinan Cabang.
5.
Wakil Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah
berdasarkan jumlah anggota.
6.
Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah masing-masing dua orang.
b.
Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah, masing-masing dua orang.
2. Undangan Khusus dari kalangan Muhammadiyah, yang ditentukan oleh Pimpinan
Daerah.
c.
Peninjau Musyawarah Daerah ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Daerah
(6) Anggota Musyawarah Daerah berhak
menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Daerah berhak menyatakan
pendapat. Peninjau Musyawarah Daerah
tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Daerah harus
dilaporkan kepada Pimpinan Wilayah selambat-lambatnya satu bulan sesudah
Musyawarah Daerah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah laporan dikirim tidak
ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Wilayah, maka keputusan Musyawarah
Daerah dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan
Daerah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang
diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Daerah diatur oleh penyelenggara.
Pasal 26
Musyawarah
Cabang
(1) Musyawarah Cabang diselenggarakan oleh
dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Cabang.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Cabang ditetapkan oleh Pimpinan
Cabang.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Cabang
dikirim kepada Anggota Musyawarah Cabang selambat-lambatnya 15 hari sebelum
Musyawarah Cabang berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Cabang:
a.
Laporan Pimpinan Cabang tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah dan keputusan Pimpinan di atasnya serta
pelaksanaan keputusan Musyawarah Cabang dan Musyawarah Pimpinan Cabang.
4. Keuangan.
b.
Program Cabang
c.
Pemilihan Anggota Pimpinan Cabang dan pengesahan Ketua
d.
Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
e.
Masalah Muhammadiyah dalam Cabang
f.
Usul-usul
(5) Musyawarah Cabang dihadiri oleh:
a.
Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
2. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Cabang.
3. Wakil Ranting sebanyak tiga orang.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang masing-masing dua orang.
b.
Peserta Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang, masing-masing dua
orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan
Cabang.
c.
Peninjau Musyawarah Cabang ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Cabang.
(6) Anggota Musyawarah Cabang berhak
menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
Peserta Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah
Cabang tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Cabang harus
dilaporkan kepada Pimpinan Daerah selambat-lambatnya
15 hari sesudah Musyawarah Cabang. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah laporan
dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Daerah, maka
keputusan Musyawarah Cabang dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Cabang.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang
diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Cabang diatur oleh penyelenggara.
Pasal 27
Musyawarah
Ranting
(1) Musyawarah Ranting diselenggarakan
oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin
oleh Pimpinan Ranting.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah
Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Ranting.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Ranting
dikirim kepada Anggota Musyawarah Ranting
selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Musyawarah Ranting berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Ranting:
a.
Laporan Pimpinan Ranting tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2.
Organisasi.
3.
Pelaksanaan keputusan Musyawarah dan keputusan Pimpinan di atasnya serta
pelaksanaan keputusan Musyawarah Ranting dan Musyawarah Pimpinan Ranting.
4. Keuangan.
b.
Program Ranting
c.
Pemilihan Anggota Pimpinan Ranting dan pengesahan Ketua
d.
Masalah Muhammadiyah dalam Ranting
e.
Usul-usul
(5) Musyawarah Ranting dihadiri oleh:
a.
Anggota Musyawarah Ranting:
1. Anggota Muhammadiyah.
2. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting.
b.
Peserta Musyawarah Ranting ialah undangan khusus dari kalangan
Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Ranting
c.
Peninjau Musyawarah Ranting ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Ranting
(6) Anggota Musyawarah Ranting berhak
menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Ranting berhak
menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Ranting tidak berhak menyatakan
pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Ranting harus
dilaporkan kepada Pimpinan Cabang selambat-lambatnya 15 hari setelah Musyawarah
Ranting. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah laporan dikirim tidak ada
keterangan atau keberatan dari Pimpinan Cabang, maka keputusan Musyawarah
Ranting dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Ranting.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang
diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Ranting diatur oleh penyelenggara.
Pasal 28
Musyawarah
Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan
oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Wilayah, Pimpinan
Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting, sekurang-kurangnya satu kali
dalam satu masa jabatan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Pimpinan ditetapkan oleh
masing-masing penyelenggara.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Pimpinan
dikirim kepada anggota
Musyawarah Pimpinan selambat-lambatnya:
a. Tingkat Wilayah dan Daerah, satu bulan,
b. Tingkat Cabang, 15 hari,
c. Tingkat Ranting, tujuh hari, sebelum Musyawarah Pimpinan berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Pimpinan:
a. Laporan pelaksanaan kegiatan
b. Masalah yang oleh Musyawarah atau menurut Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga diserahkan kepada Musyawarah Pimpinan
c. Masalah yang akan dibahas dalam Musyawarah sebagai pembicaraan
pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Musyawarah
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Wilayah yang telah disahkan oleh Pimpinan Pusat
(b) Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan
Wilayah
(c) Wakil Daerah tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Wilayah dua orang
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
b.
Pada tingkat Daerah:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh Pimpinan
Wilayah
(b) Ketua Pimpinan Cabang
(c) Wakil Cabang tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Daerah dua orang
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
c.
Pada tingkat Cabang:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh Pimpinan Daerah
(b) Ketua Pimpinan Ranting
(c) Wakil Ranting tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Cabang dua orang.
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
d.
Pada tingkat Ranting:
1. Anggota:
a. Anggota Pimpinan Ranting yang telah disahkan oleh Pimpinan
Cabang
b. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting dua orang.
2. Peserta (undangan khusus).
(6) Anggota Musyawarah Pimpinan berhak
menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
Peserta berhak pendapat.
(7) Keputusan Musyawarah Pimpinan mulai
berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan
Muhammadiyah yang bersangkutan sampai diubah atau dibatalkan oleh keputusan
Musyawarah Wilayah / Daerah / Cabang / Ranting, selambatlambatnya satu bulan
sesudah Musyawarah Pimpinan berlangsung
Pasal 29
Keabsahan
Musyawarah
Musyawarah dinyatakan sah apabila dihadiri
oleh dua pertiga dari anggota
Musyawarah. Apabila anggota Musyawarah
tidak memenuhi jumlah dua pertiga, maka Musyawarah ditunda selama satu jam dan
setelah itu dapat dibuka kembali. Apabila anggota Musyawarah belum juga
memenuhi jumlah dua pertiga, maka Musyawarah ditunda lagi selama satu jam dan setelah
itu dapat dibuka serta dinyatakan sah tanpa memperhitungkan jumlah kehadiran
anggota Musyawarah.
Pasal 30
Keputusan
Musyawarah
(1) Keputusan Musyawarah diambil dengan
cara mufakat.
(2) Apabila keputusan secara mufakat tidak
tercapai, maka dilakukan pemungutan suara
dengan suara terbanyak mutlak.
(3) Keputusan Musyawarah yang dilakukan
dengan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup / rahasia.
Pasal 31
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan sebagaimana dimaksud
pada pasal 32 Anggaran Dasar dihadiri oleh:
a.
Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Wilayah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Pusat.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
b.
Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Daerah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
c.
Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Cabang.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Daerah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
(2) Ketentuan pelaksanaan dan acara Rapat
Pimpinan ditentukan oleh Pimpinan Muhammadiyah
masing-masing tingkat.
(3) Keputusan Rapat Pimpinan mulai berlaku
setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 32
Rapat Kerja
Pimpinan
(1) Rapat Kerja Pimpinan ialah rapat yang
diselenggarakan oleh dan atas
tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah,
Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, atau Pimpinan Ranting untuk membahas pelaksanaan program dan
mendistribusikan tugas kepada Unsur Pembantu Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom
tingkat Pusat.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah.
d.
Pada tingkat Cabang:
1. Anggota Pimpinan Cabang.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
e.
Pada tingkat Ranting:
1. Anggota Pimpinan Ranting.
2. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Ranting.
(4) Keputusan Rapat Kerja Pimpinan mulai
berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan
Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 33
Rapat Kerja
Unsur Pembantu Pimpinan
(1) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan
ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan
atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Unsur Pembantu Pimpinan pada
setiap tingkatan untuk membahas penyelenggaraan program sesuai pembagian tugas
yang ditetapkan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan
dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Undangan.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Undangan.
c.
Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Undangan.
d.
Pada tingkat Cabang:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
2. Wakil Pimpinan Ranting.
3. Undangan.
(3) Keputusan Rapat Kerja Unsur Pembantu
Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan
oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 34
Pengelolaan
Keuangan dan Kekayaan
(1) Seluruh keuangan dan kekayaan
Muhammadiyah, termasuk keuangan dan kekayaan
Unsur Pembantu Pimpinan, Amal Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat
secara hukum milik Pimpinan Pusat.
(2) Pengelolaan keuangan dan kekayaan :
a. Pengelolaan keuangan dalam Muhammadiyah diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Muhammadiyah
b. Pengelolaan kekayaan dalam Muhammadiyah diwujudkan dalam Jurnal
(3) Ketentuan tentang pengelolaan keuangan
dan kekayaan Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 35
Pengawasan Keuangan
dan Kekayaan
(1) Pengawasan keuangan dan kekayaan
dilakukan terhadap Pimpinan
Muhammadiyah, Unsur Pembantu Pimpinan, Amal Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat.
(2) Ketentuan tentang pengawasan keuangan
dan kekayaan Muhammadiyah ditetapkan
oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 36
Laporan
Laporan terdiri dari:
1. Laporan pertanggungjawaban dibuat oleh
Pimpinan Muhammadiyah dan Unsur Pembantu
Pimpinan disampaikan kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah masing-masing
tingkat, Tanwir, atau Muktamar.
2. Laporan tahunan tentang perkembangan
Muhammadiyah, termasuk laporan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom,
dibuat oleh masing-masing Pimpinan dan disampaikan kepada Pimpinan di atasnya
untuk dipelajari dan ditindaklanjuti.
3. Pimpinan Amal Usaha membuat laporan
tahunan disampaikan kepada Unsur Pembantu
Pimpinan dengan tembusan kepada Pimpinan Muhammadiyah untuk dipelajari dan
ditindaklanjuti.
Pasal 37
Ketentuan
Lain-lain
(1) Muhammadiyah menggunakan Tahun Takwim
dimulai tanggal 1 Januari dan berakhir
tanggal 31 Desember.
(2) Surat-surat resmi Muhammadiyah
menggunakan tanggal Hijriyah dan Miladiyah.
(3) a.Surat resmi Muhammadiyah
ditandatangani:
1. Di tingkat Pusat oleh Ketua Umum / Ketua bersama Sekretaris Umum
/Sekretaris. Surat resmi mengenai masalah keuangan ditandatangani oleh Ketua
Umum / Ketua bersama Bendahara Umum / Bendahara.
2. Di tingkat Wilayah ke bawah ditandatangani oleh Ketua / Wakil Ketua bersama Sekretaris / Wakil Sekretaris.
Surat resmi mengenai masalah keuangan ditandatangani oleh Ketua / Wakil Ketua
bersama Bendahara / Wakil Bendahara.
b. Surat-surat yang bersifat rutin dapat ditandatangani oleh Sekretaris Umum / Sekretaris atau petugas yang ditunjuk
(4) Hal-hal yang belum diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 38
Penutup
(1) Anggaran Rumah Tangga ini telah
disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26
Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3 s.d. 8
Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Rumah Tangga ini
ditetapkan, Anggaran Rumah Tangga sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar